Kali ini, samudra kembali sendiri. Petir telah menang, menarik awan kembali ke pelukannya. Lalu penulis dalam cerita ini menyesal, mengapa harus dinamai awan? Terasa berat sekali, ketika keluar rumah, kemanapun melangkah, bukankah awan yg mengelilingi bumi dan membungkus semesta?
Sampai waktu yang belum dapat ditentukan, samudra masih saja bersembunyi.
TAMAT
1996. Bulan ke 12. Pertama. Kalau kamu tanya apa bahagiaku, maka jawabannya adalah ketika kamu, fantasiku dan alat tulis mampu mendeskripsikan segala hal melalui tulisan. [catatan : kamu bukan hanya manusia]. Stay Absurd.
Minggu, 16 Juni 2019
Rabu, 05 Juni 2019
Samudra dan Awan (V)
Senja ini, samudra mengalami ombak yang sangat besar, menggulung gulung, petir ikut mengiringi derasnya.
Awan sedikit tersibak kilatnya. Semengerikan itukah awan? Pikir samudra. Pada suatu waktu, kilat itu menyambar ombak samudra. Di lesatkan dengan kerasnya samudra oleh kilat tersebut. Kilat pernah menjadi bagian dari hidup awan yg samudra kenal! Oh ternyata dia kilat itu. Di satu sisi, kilat terus menghujam samudra, membuat samudra menjadi.... Membenci awan? Belum.
Samudra berusaha tenang, menenangkan ombaknya, menjaga hatinya, menjaga awan dan menjaga kisah mereka. Lalu di senja itu, kilat masih terus, tanpa lelah mempengaruhi samudra. Pada suatu titik, samudra melemah, iya bingung dengan apa yang harus ia putuskan. Perasaannya kah? Atau perasaan kilat yang belum mau melepas awan pergi. Sedih sekali, bila perlu memilih, tidak perlu ada perjumpaan itu bukan? Tidak begitu. Samudra sangat menikmati, perjumpaan tersebut. Bukankah baru kemarin kalimat "jalani dulu saja" terlepas dari gumpalan ombak samudra itu? Mengapa begitu cepat?
Tanpa disadari. Satu hal yang tetap samudra pandang siang dan malam itu awan bukan?
Samudra selalu menegaskan, awan yang ia punya (sampai saat ini) tetap sama. Lalu bagaimana cara agar dapat berpindah?
Dalam bisikan gusar ombak samudra "yang mau menyakitiku sudah banyak, haruskah kau menjadi salah satunya untuk tidak memperjuangkan aku awan?" dalam sendu penutup senja hari ini, samudra tetap gusar. Menunggu ditarik awan, atau dilepas jauh dan tidak kembali lagi.
Merak, 5 Juni 2019
Awan sedikit tersibak kilatnya. Semengerikan itukah awan? Pikir samudra. Pada suatu waktu, kilat itu menyambar ombak samudra. Di lesatkan dengan kerasnya samudra oleh kilat tersebut. Kilat pernah menjadi bagian dari hidup awan yg samudra kenal! Oh ternyata dia kilat itu. Di satu sisi, kilat terus menghujam samudra, membuat samudra menjadi.... Membenci awan? Belum.
Samudra berusaha tenang, menenangkan ombaknya, menjaga hatinya, menjaga awan dan menjaga kisah mereka. Lalu di senja itu, kilat masih terus, tanpa lelah mempengaruhi samudra. Pada suatu titik, samudra melemah, iya bingung dengan apa yang harus ia putuskan. Perasaannya kah? Atau perasaan kilat yang belum mau melepas awan pergi. Sedih sekali, bila perlu memilih, tidak perlu ada perjumpaan itu bukan? Tidak begitu. Samudra sangat menikmati, perjumpaan tersebut. Bukankah baru kemarin kalimat "jalani dulu saja" terlepas dari gumpalan ombak samudra itu? Mengapa begitu cepat?
Tanpa disadari. Satu hal yang tetap samudra pandang siang dan malam itu awan bukan?
Samudra selalu menegaskan, awan yang ia punya (sampai saat ini) tetap sama. Lalu bagaimana cara agar dapat berpindah?
Dalam bisikan gusar ombak samudra "yang mau menyakitiku sudah banyak, haruskah kau menjadi salah satunya untuk tidak memperjuangkan aku awan?" dalam sendu penutup senja hari ini, samudra tetap gusar. Menunggu ditarik awan, atau dilepas jauh dan tidak kembali lagi.
Merak, 5 Juni 2019
Senin, 03 Juni 2019
Samudra dan Awan (IV)
Hari ini samudra kelewat bahagia, sampai tidak bisa tidur katanya.
Awan yang baru saja ia jumpai mendadak sempurna, susah sekali mencari celah rasanya, untuk membenci (?)
Untuk mempersiapkan perpisahan yang tidak diinginkan.
Tapi samudra masih saja berusaha menahan apa yang ia rasakan, katanya khawatir bila nanti... Bila nanti.
Dalam dingin udara dan semburat wajah awan, yang meneduhkan. Samudra memejamkan matanya "kita jalani dulu saja" dalam hati bergumam seraya menikmati terpaan angin diatas kulit yang sedang didalam genggaman hangat tangan awan.
Dijalan, 3 Juni 2019
Awan yang baru saja ia jumpai mendadak sempurna, susah sekali mencari celah rasanya, untuk membenci (?)
Untuk mempersiapkan perpisahan yang tidak diinginkan.
Tapi samudra masih saja berusaha menahan apa yang ia rasakan, katanya khawatir bila nanti... Bila nanti.
Dalam dingin udara dan semburat wajah awan, yang meneduhkan. Samudra memejamkan matanya "kita jalani dulu saja" dalam hati bergumam seraya menikmati terpaan angin diatas kulit yang sedang didalam genggaman hangat tangan awan.
Dijalan, 3 Juni 2019
Langganan:
Postingan (Atom)