Rabu, 05 Juni 2019

Samudra dan Awan (V)

Senja ini, samudra mengalami ombak yang sangat besar, menggulung gulung, petir ikut mengiringi derasnya.
Awan sedikit tersibak kilatnya. Semengerikan itukah awan? Pikir samudra. Pada suatu waktu, kilat itu menyambar ombak samudra. Di lesatkan dengan kerasnya samudra oleh kilat tersebut. Kilat pernah menjadi bagian dari hidup awan yg samudra kenal! Oh ternyata dia kilat itu. Di satu sisi, kilat terus menghujam samudra, membuat samudra menjadi.... Membenci awan? Belum.
Samudra berusaha tenang, menenangkan ombaknya, menjaga hatinya, menjaga awan dan menjaga kisah mereka. Lalu di senja itu, kilat masih terus, tanpa lelah mempengaruhi samudra. Pada suatu titik, samudra melemah, iya bingung dengan apa yang harus ia putuskan. Perasaannya kah?  Atau perasaan kilat yang belum mau melepas awan pergi. Sedih sekali, bila perlu memilih, tidak perlu ada perjumpaan itu bukan? Tidak begitu. Samudra sangat menikmati, perjumpaan tersebut. Bukankah baru kemarin kalimat "jalani dulu saja" terlepas dari gumpalan ombak samudra itu? Mengapa begitu cepat?
Tanpa disadari. Satu hal yang tetap samudra pandang siang dan malam itu awan bukan?
Samudra selalu menegaskan, awan yang ia punya (sampai saat ini)  tetap sama. Lalu bagaimana cara agar dapat berpindah?
Dalam bisikan gusar ombak samudra "yang mau menyakitiku sudah banyak, haruskah kau menjadi salah satunya untuk tidak memperjuangkan aku awan?" dalam sendu penutup senja hari ini, samudra tetap gusar. Menunggu ditarik awan, atau dilepas jauh dan tidak kembali lagi.

Merak, 5 Juni 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar