Jumat, 24 Mei 2019

Rumah untuk pulang

Salah satu teman saya (laki-laki)  sedang di uji jarak karena istrinya harus menyelesaikan studinya. Beberapa kali saya liat ia tenggelam dalam komunikasi 2 arah via telepon genggam. Raut wajahnya bahagia sekali... kerut disekitar mata, senyum yang tersungging lebar dan suara yang meneduhkan sepasang telinga di seberang.
Pada suatu siang, saya bertanya padanya "kang, gimana sendirian dirumah tanpa istri? " lalu lawan bicara menjawab "hmmm gimana ya mut.. Rasanya seperti ada yang kurang dan hilang, semangat sedikit menurun, aku berasa setengah gitu. . pulang kerumah rasanya seperti bukan pulang" jawabnya. Bukankah definisi pulang menjadi berubah? Bukan hanya rumah maksudku. Betulkah?

Lalu saya menjadi teringat pada almarhum andung (kakek)  saya di Lampung, sepeninggal istrinya atau eyangku, andung menjadi lebih pemurung (?) dan mudah sekali menangis ketika cucunya telpon. Ketika mudik beberapa bulan sebelum andung meninggal, andung berkata pada saya : "tia, rumah ini sepi ya ga ada eyang, rumah ini bukan lagi seperti rumah setelah eyang meninggal" saya yang mendengar hanya diam. Memang terasa sekali perbedaannya setelah eyang pergi rasanya...dingin serupa tak bernyawa lagi.

Juga saat mama harus pergi ke undangan saudara di luar kota. Saya dan adik adik ditinggal bertiga dirumah, hanya sementara. Tapi setiap pulang kerja rasanya menjadi beda. Tanpa ada suara minyak dipanasi setiap pagi atau suara pot tanaman tersiram air di sore hari, hal kecil yang mama lakukan terasa....kurang bila bukan beliau yang melakukannya. Karena setiap hari begitu? Mungkin. Rumah bukan rumah tanpa mama.

Istri, mama, eyang ialah  perempuan yang akan selalu menjadi tempat pulang bagi suami, anak dan cucunya. Sejatinya, semua hal yang didasari atas ketulusan akan berbuah kebaikan, karena ketiganya sudah berhasil menyayangi dengan tulus dan akan terus menjadi rumah bagi kami untuk pulang. Pun suatu saat akan berpulang, rumah tetap rumah. Doa yang terpanjat selalu paham kemana ia harus pulang, mendoakan ibu, istri atau nenek yang sudah meninggal.

 Rasanya jarak begitu berarti saat ini, dalam penantian dan takdir bahwa aku akan segera menjadi tempat untuk pulang bagi suami dan anak anak suatu hari nanti. Semoga.

Grandsharon, 24 Mei 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar