Minggu, 19 Mei 2019

Samudra dan Awan (II)

Kali ini pemikiran samudra mulai terbuka,  dipikirannya bukan hanya tentang "awan mungkin terlalu terbiasa mendekati wanita sehingga pergerakannya begitu....halus". Pemikirannya berganti "jadi bagaimana agar ia tetap tinggal, denganku? ". Masih dengan rona nanar yang terpancar, suatu keadaan memaksa mereka dekat dalam jarak... Dengan waktu yang lama. Samudra merasa manis, memantaskan diri berdekatan dengan awan.

Suatu ketika, Awan masih senang bersembunyi, tapi ia sembunyi sendirian... Mendadak bergejolak, hati dan pikiran samudra bercabang. Dalam kemuraman itu,  awan berubah menjadi gelap, dingin sekali. Rasanya beku, seperti.... Terjebak di lemari es (?) Kemudian samudra sadar, saat ini bukan lagi mengenai pengakuan atau kebanggaan dalam pelukan mega sang awan. Ia perlu mengatur egonya, agar tidak kehilangan (?) mungkin, anggap saja begitu.

Balutan angin malam, di perjalanan. Seperti sepasang kekasih, jalanan itu lengang sekali... Hangat dalam dingin atau mendadak kuat walau demam. Samudra merasa nyaman, masih bergumam dalam hati "mengapa aku merasa sayang?". Semenit kemudian samudra berbahagia, "sayang, tapi belum" ujar awan. Samudra bahagia di ikuti dengan rasa yang kembali bergejolak, lalu pemikiran samudra kembali tenang. Ia memang selalu terburu buru- tapi entah kenapa-dapat setenang ini menghadapi awan.  Awalnya, bagi samudra semua hal harus segera pasti, terikat (?). Dan awan mampu meredamnya. Samudra dan awan bercengkrama menikmati skenario indah semesta. Berdua. Hingga akhirnya dipisah detik yang tak mengerti bagaimana cara melambat agar dapat mengulur waktu. 

Kiokopi tempat kesukaanku, 19 Mei 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar